Sabtu, 07 Januari 2012

Antara Cintaku, Cintamu Dan Cinta-Nya [4 Permasalahan Utama Cinta Asmara] Bag. 5

4. Laki-laki dan wanita yang telah saling mencintai tetapi belum mampu menikahi
Ikhwan A: Ustadz, inilah waktu yang ana tunggu-tunggu. Akhirnya ana lulus kuliah dan ana sudah mendapat SIM [Surat Izin Menikah] dari ortu. Hanya saja ustadz,  ana sudah terlanjur jatuh hati dengan seorang akhwat aktifis di kampus. Dia cantik dan putih, IPK-nya cumlaude, gesit dan sering jadi tokoh penting kegiatan-kegiatan di kampus. Akan tetapi yang buat ana agak gusar, dia sama ana berbeda manhaj dalam beragama ustadz. Inilah  yang membuat ana seminggu ini tidak nyeyak tidur.
Ustadz: memangnya antum yakin dia mau sama antum?

Ikhwan A: ana cukup yakin ustadz, dia sering tanya-tanya permasalahan agama ke ana. Awalnya ana menjawabnya dengan memberi buku dan menitipkan lewat temannya. Tapi karena dia terlalu sering bertanya, ana jawab langsung aja SMS-nya. Trus dia sering minta nasehat dan lama-lama dia sering curhat ke ana. Ana heran kenapa kok ana terus yang dia hubungi. Nah dari sini ana mengambil kesimpulan bahwa ia sejatinya sedang menunggu ana ustadz.
Ustadz: terus, antum sekarang mau “maju” sama dia?
Ikhwan A: nah itu dia ustadz permasalahannya, rencana ana, ana pengen “maju” sama dia, memang kita berbeda manhaj dan ana yakin dengan manhaj ana yang sekarang, akhwat itu memang perlu didakwahi karena manhajnya kurang tepat. Rencana ana akhwat itu, “dibini” dulu baru dibina ustadz. Nanti ana yang ngajak dia “ngaji” dakwah manhaj salafiyah.
Ustadz: afwan, ana ingin menasehati antum. Ana lihat antum masih kurang “ngaji”-nya. Antum ana lihat belum kokoh ilmunya. Ana sarankan antum mencari akhwat yang sudah “ngaji” saja. Supaya antum tidak capek mendidik lagi, belum lagi kesibukan sebagai kepala rumah tangga nanti. Rencana antum “dibini” dulu baru dibina, bisa-bisa jadi “dibini” kemudian dibina-sakan. Atau antum yang dibina-sakan. Malah antum yang terbawa manhaj akhwat tersebut. Antum cari akhwat yang sudah “ngaji” saja. Barakallahu fikum

Fulanah: yaa ukhti, tolong ruqyah ana, banyak jin dan setan cinta dalam tubuh ana. Yaa ukhti apa anti tahu amalan atau doa yang bisa menghapuskan ingatan dan memori?
Akhwat A: kenapa ukhti, anti kok grasak-grusuk gelisah sekali?
Fulanah: entah dari mana ana harus memulai kisah ini, ana juga tidak habis pikir, kenapa dan kenapa bayangan wajah laki-laki itu selalu menari-nari di pelataran alam khayal ana. Mengapa namanya yang selalu tereja di lisan dan pikiran ana. Bagaimana bisa pikiran ini bergerumuh setiap kali melihat hadiah-hadiah pemberian yang ia beri. Dan kenapa dunia ini serasa gersang jika tidak ada siraman kabar dari dia.  Dan dimanakah keimanan ini? ana akui ya ukhti, ana jatuh cinta dengannya. Salahkah seorang wanita yang sangat haus kasih sayang dan manja ini jatuh cinta?
Akhwat A: aduh, anti apa-apaan sih, curhat aja pakai bahasa puitis kayak gini, keseringan buat puisi ya? Atau sudah terlalu penuh “beban” di dada ukhti? Sekarang jelaskan, jatuh cinta sama ikhwan? Ya tinggal bilang aja, tantang dia jika emang jantan, atau anti tawarkan diri anti aja.
Fulanah: nah, itu dia ukhti, ini laki-laki bukan sembarang laki-laki, dia  pemain band terkenal. Sering manggung di kampus-kampus. Orang so pasti keren, ganteng pula, jadi idola cewek-cewek di kampus. Dia itu sibuk-sibuk manggung tapi asisten dosen lho.
Akhwat A: astaghfirullah ukhti, anti kok kagum sama yang seperti itu, gimana kok bisa jatuh cinta kesem-sem sama dia?
Fulanah: kami dulunya satu kelompok praktikum. Awalnya ana bisa menjaga diri dari para laki-laki. Tapi yang satu ini sepertinya terus-terus berusaha mendekati ana. Dia sering sms, kasih hadiah, malah dia katanya mau main-main ke rumah ana. Jelas ana tolak mentah-mentah. Tapi lama kelamaan, kata-kata manis dan pengorbanannya membuat hati ana meleleh. Sekuat-kuat iman wanita, hati ana lemah, akhirnya luluh juga. Ana tidak kuasa menolak sms pertanyaan tentang agama ke ana, ana juga tidak kuasa menolak hadiah yang setiap satu minggu sekali dikirim ke rumah ana via pos. Dia bilang, ana satu-satunya tempat jangkar, agar perahunya menepi. Dia bilang juga ana berbeda dengan wanita-wanita lain, yang gampang dia dapatkan. Dia sangat penasaran dengan ana. Kok baru kali ini ada wanita yang sukar sekali luluh dengan dia. Dia bilang, ana wanita yang spesial. Dia juga mengikrarkan bahwa, akan menempuh segala cara agar ana memberikan tangan sebelah lagi sehingga cinta bisa bertepuk. Ana sadar ini racun , tetapi kenapa ana masih ingin mengisapnya sampai habis ya? Ana sadar dia kurang baik buat akhirat ana, tetapi kenapa hati ini selalu bertumpu padanya?
Akhwat A: wah, susah juga kasus anti, masalah hati masalah yang berat, kita tanya ustadzah aja. Anti juga sudah kalang-kabut kayak gini, pake minta ruqyah segala lagi, padahal anti sudah tahu tidak dianjurkan dalam agama.

Panah cinta melesat sebelum busurnya ditarik
Demikianlah cinta asmara, dia kebanyakan berbuah sebelum waktu panennya. Dia  bukan mendahului takdirnya, akan tetapi lingkungan dan perubahan zamanlah yang membuat seperti ini. Mudahnya laki-laki dan wanita bercampu-baur. Gampangnya mereka bertemu dan bertatap muka. Sehingga tabiat dan jiwa manusia yang butuh akan perhatian lawan jenis dan hakikat manusia yang mudah tertarik dengan lawan jenis, ditambah lagi hati manusia yang lemah akan cinta. Ini semua membuat panah cinta melesat sebelum busurnya ditarik.
Okelah, jika sudah tiba saatnya, maka tidak mengapa. Bisa segera ia halalkan. Akan tetapi terkadang waktu halalnya tidak sepanjang galah. Ia masih panjang, sepanjang hulu yang ingin mencapai hilirnya. Jangan salahkan syariat yang seolah-olah mengurung hati yang sudah jatuh cinta itu dalam periuk yang tertelungkup dan kemudian terkekang terbelenggu. Akan tetapi salahkanlah manusianya yang memang sudah jauh dari ajaran Islam dan hampir mendekati kiamat. Syariat sudah mengultimatum agar laki-laki tidak sebegitu mudah bersua dengan wanita, dan begitu juga wanita agar tidak bermudah-mudah berinteraksi dengan laki-laki dalam hal yang tidak perlu.
Inilah akibatnya jika manusia kebanyakan tidak peduli, panah cinta asmara melesat dan menghujam di hati manusia. Bagi yang tidak mengindahkan seruan syariat, maka ia  berbahagia sejadi-jadinya. Sangat menikmati panah cinta yang menembus dadanya. Padahal panah itu sejatinya menimbulkan luka, ia sadar benar merasakan perihnya, perihnya rindu jika tidak tersalurkan. Akan tetapi racun khamer asmara di ujung panah membuatnya mabuk dan tidak sadar bahwa ia sedang kecanduan dan tinggal menunggu overdosis sehingga  berakhirlah petualangannya dalam bungkusan syirik cinta yang memenjarakan dan membalut erat hati kecil keimanannya.
Bagi yang peduli terhadap agama yang mulia ini. Maka panah cinta ini adalah siksaan, dia tahu bahwa ini adalah luka yang segera harus disembuhkan. Akan tetapi tidak mudah mencabut panah cinta seperti ini, karena panah cinta kebanyakan mempunyai kait-kait di ujungnya. Jika ditarik paksa maka akan merobek dan mengoyak daging sehingga luka semakin besar dan parah. Akan tetapi jika dibiarkan, maka racun khamer asmara akan segera menyebar dan menjalar melalui darah dan kemudian bersemayam kuat di otak pikiran, karena racun itu tahu otak adalah raja kerajaan tubuhnya. Apalagi dibantu oleh setan yang berjalan dalam aliran darah manusia. Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّم
“Sesungguhnya setan berjalan/mengalir dalam tubuh manusia melalui peredaran darah.[HR. Al Bukhari no. 6219 dan Muslim no. 2175]

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hasits ini,
قال القاضي وغيره قيل هو على ظاهره وأن الله تعالى جعل له قوة
وقدرة على الجري في باطن الإنسان مجاري دمه وقيل هو على الاستعارة
لكثرة اغوائه ووسوسته فكانه لايفارق الانسان كما لايفارقه دمه
وقيل يلقي وسوسته في مسام لطيفة من البدن فتصل الوسوسة إلى القلب والله أعلم
“Al-Qhodi dan yang lain berkata, “ dikatakan [pendapat terkuat] bahwa Allah menjadikan baginya [setan] kekuatan dan kemampuan untuk berjalan/mengalir dalam batin manusia melalui peredaran darah. Dan dikatakan juga [pendapat lain] bahwa ini adalah metafora/perumpamaan karena seringnya menyesatkan dan memberikan was-was. Sehingga ia tidak berpisah dengan manusia sebagaimana darah tidak berpisah dengannya. Dan dikatakan [pendapat lain] bahwa setan memberikan was-was melalui pori-pori kulit yang halus di badan kemudian menuju ke hati. Wallahu a’lam”.” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj 14/157,Dar Ihya’ut Turots, Beirut, cet. Ke-2, 1392 H, Asy-Syamilah]

Salahkah jika aku jatuh cinta, ingin mencinta dan dicintai?
Cinta sebagimana yang sudah kami paparkan di mukaddimah, ia  adalah perkara yang agung, dialah penggerak utama manusia di antara tiga penggeraknya. Di sana ada khauf [takut], roja’[berharap] kemudian mahabbah [cinta]. Sebagaimana dalam ibadah shalat kita, maka di sana ada khauf pada ancaman lalai akan shalat, ada roja’ akan pahala  dan surga yang dijanjikan, dan ada mahabbah akan dekat dengan Allah. Maka cinta dan suka dekat dengan Allah adalah penggerak utamanya. Begitu pula dalam urusan dunia, jika ingin bersafar, maka di sana ada khauf terjadi kecelakaan di jalan, roja’ sampai tujuan dengan selamat dan pastinya ada mahabbah bisa menuju tempat yang disukai.
Dengan demikian cinta adalah perkara besar, tidak bisa berpisah dari seluruh makhluk. Jika anda ingin memisahkannya, maka pisahkanlah dahulu air laut dari garamnya, pisahkanlah dahulu hujan dari anginnya dan pisahkanlah awan dari bergumpalnya. Demikian pula  manusia dengan jatuh cinta, mencinta dan dicinta. Jatuh cinta adalah tabiat anugerah dari Rabb kita dan tak terpisahkan.

Berdosakan jika kita jatuh cinta kepada seseorang?
Jika kita memisalkan seseorang laki-laki bertemu dengan wanita yang cantik, misalnya di kampus atau di kantor atau di masjid kemudian ia mendengar pula bahwa wanita itu shalihah, penurut, hapalannya baik dan cocok dengan pribadinya. Kemudian ia jatuh cinta dengan wanita tadi, apakah ia berdosa?
Jika sekedar jatuh cinta maka tidak mengapa, karena rasa cinta kepada lawan jenis adalah tabiat manusia dan manusia tidak kuasa menolaknya.  Allah Ta’ala berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” [Ali Imran: 14]

Al-‘Izz bin Abdussalam rahimahullah menafsirkan[زُيِّنَ لِلنَّاسِ ] dalam ayat ini,
حُسِّن. والشهوة: من خلق الله – تعالى – ضرورية لا يقدر العبد على دفعها،
زينها الشيطان، لأن الله – تعالى – ذمها، أو زينها الرب بما جعله في الطبع من المنازعة إليها،
أو زين الله – تعالى – ما حسن وزين الشيطان ما قبح
“yaitu dijadikan indah, syahwat/keinginan kepada mahkluk Allah Ta’ala merupakan kebutuhan utama, dimana seorang hamba tidak mampu menolaknya. Dihiasi oleh setan karena Allah Ta’ala mencelanya. Atau Allah menghiasinya karena menjadikannya tabiat yaitu berupa perselisihan kepadanya [perselisihan karena tabiat bisa merusak dan memperbaiki, pent].  Atau Allah menghiasi apa-apa yang baik dan setan menghiasi apa-apa yang buruk.” [Ikhtishor litafsir Al-Mawardi hal. 254, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1, 1416 H, Asy-Syamilah]

Yang menjadi nila dalam susu masalahnya adalah cara menyikapi jatuh cinta, jika segera ia halalkan maka bagaikan seorang yang berpuasa lama, kemudian ia berbuka dan menyantap makanan “berupa menikmati wanita” dengan lahap. Maka kita katakan kepadanya dalam surga dunianya,
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَّرِيئاً
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan . Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” [An-Nisa: 4]

Ini dia Fatimah, mencontohkan bagaimana mengelola cinta yang panahnya mendahului busurnya. Ia pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib seraya meminta maaf bahwa ia pernah jatuh cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah dengan Ali. Ali suaminya pun bertanya dengan muka memerah padam, mengapa Fatimah menikah dengannya. Maka Fatimah menjawab bahwa pemuda itu adalah Ali. Lihatlah Fatimah dan Ali sempat tinggal bersama dalam naungan pendidikan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam karena Ali sejak kecil diasuh oleh Rasulullah shallahu alaihi wa sallam. Bukan tidak mungkin interaksi dan perjumpaan menimbulkan kekaguman dan berujung cinta. Tetapi Fatimah di bawah pengawasan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam tidak menempuh jalan ilegal.
Belum lagi kisah cinta Umar bin Abdul Aziz sang khalifah Ar-Rasyidin ke-5 menurut sebagian ulama, jatuh cinta kepada seorang budak wanita yang cantik, namun di saat ia bisa memperolehnya, ia tidak mengambilnya karena ia melihat suatu kemashlahatan. Jadilah rasa cinta tersebut ia pendam dan terbawa sampai hembus napas terakhir. Lihatlah, betapa umar bin Abdul Aziz mampu menahan puasa berhari-hari, mampu menahan berdiri shalat semalam suntuk, mampu menahan godaan harta dan jabatan, tetapi belum tentu ia mampu menahan gejolak cinta. Karena jatuh cinta adalah tabiat dan anugrah.
Namun, jika jatuh cinta tersebut diikuti dengan cara-cara yang tidak halal, maka inilah dia nila dalam susu tersebut, inilah dia serigala dalam kandang domba tersebut dan inilah dia hama di pepadian. Jatuh cinta tersebut minimal membuat ia membayang-bayangkan bagaimana jika nanti menjadi kekasih gelapnya, bagaimana nanti ia berada dipelukan, bagaimana ia menjadi wanita kekuasaannya. Namun sekedar bayang dan lamunan semu. Dan  jadilah ia terjatuh dalam rinda yang tercemar khamer asmara. Atau yang lebih parah, jatuh cinta ini membuatnya berlagak sebagai suami istri yang sah padahal belum ada satupun yang mendoakan kepadanya,
بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير

Cinta kadaluarsa yang bersisa ampas berlumuran
“kami bukan bermaksud menjalin hubungan yang tidak sah, tetapi kami ingin mengenal dulu satu-sama lain agar kami bersiap dan lebih memahami watak pasangan kami kelak”
“Bagaimana bisa langgeng nanti, kalau pasangan kita kelak tidak kita kenal wataknya, tidak pernah berdua, tidak pernah jalan bareng dan tidak pernah sekedar mencicip kemesraannya”

Atau yang lebih parah,
“Bagaimana nanti saya tahu dia bisa memuaskan saya kalo tidak dicoba dan dirasa, masalah itu masalah besar, banyak yang cerai hanya karena masalah itu, masa’ mau beli makanan ga dicicip sedikit?”

Ini adalah alasan klasik zaman purba untuk melegalkan yang haram. Alasan yang jika dicari dari surat Al-Fatihah sampai An-Nas maka ia tidak terdeteksi, jika dicari dalam rangkaian shahih, sunan, musnad dan Jami’ maka ia tidak termaktub. Dan jika dicari dalam setiap jilidan benang kitab-kitab ulama maka ia tidak diwariskan. Bagaimana mungkin, karena alasan ini tidak bisa diterima dengan akal sehat. Karena saat-saat terlarang tersebut mereka berdua memakai topeng di balik penutup wajah, menampakkan senyuman padahal ia sedang menjerit, menampakkan kebajikan padahal ia kebinasaan.

Ini hanyalah alasan yang dicari-cari, kami khawatir sebagaimana kekhwatiran para sahabat terhadap orang-orang munafik dimana Allah Ta’ala berfirman,
لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Janganlah kalian mencari-cari alasan, sesungguhnya kamu telah kafir sesudah beriman.” [Al-Ankabut: 66]

Jika sebelum sahnya sang lelaki berkata kepada wanita,
“Duhai bintangku, apapun akan kulakukan demi merasakan sekedar tetesan air liur cintamu. Jika kau memintaku menjemput, maka aku akan berlomba dengan sang angin, jika engkau meminta sari pati bunga maka aku akan bergelut dengan lebah memperebutkannya. Dan jika engkau meminta rembulan maka aku meredam panas api untuk merampasnya dari matahari”

Berlalulah zaman yang tidak panjang, ketika sang lelaki menjelma menjadi suami wanita tersebut, sang istri berkata,
“mas, tolong temani aku belanja ya!”

Spontan suami menjawab sembari melupakan puisinya,
“Halah, belanja saja sendiri, sudah aku capek cari duit buat kamu, lagian sudah sering saya antar dulu, bosan ah”

Begitu juga sang wanita, jika dahulu sebelum sahnya, tatkala bersua dengan sang lelaki maka ia berlimau parfum bermandikan za’faran, bening dan sinar wajahnya membuat rebulan sungkan dan minder untuk menemani sang malam. Pakaian dan perhiasannya membuat dongeng keindahan gaun Cinderella terlupakan sementara. Akan tetapi tidak lama berlalu zaman setelah janur kuning melengkung layu, Sang suami memprotes,

“kemana cantikmu yang dulu istriku? Mengapa sekarang engkau berlimau minyak goreng bermandikan minyak gosok, mengapa ada rembulan dengan kawah-kawahnya di wajahmu, mengapa engkau sudah tidak pernah memakai gaun indahmu? Aku hanya mendapati aroma khasmu di antara lipatan lenganmu”

Dan yang paling terpenting adalah mereka berdua tidak peduli terhadap seruan Raja atas segala Raja. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]

Sekedar mendekati saja tidak diperkenankan, adakah dari golongan mereka berdua yang tidak pernah sekedar memegang tangan? Padahal penunjuk jalan kita, Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. [HR. Ar-Ruyani  dalam Musnadnya no.1282, Ath-Thobrany 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 4544 dan dishohihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah no. 226]

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhari-Muslim. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ
وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan”. [HR. Bukhari Muslim, muttafaqun ‘alaih]

Inilah cinta kadaluarsa, sudah berjamuran dan sudah habis manis dan gurihnya. Ditambah lagi ramuan dan bahannya serta waktu pengolahannya yang tidak sesuai dengan aturan syariat. Yang tersisa hanyalah ampas-ampas yang berlumuran dan tidak diindahkan. Kita tidak perlu membahas ampas dampaknya, aborsi, pelecehan seksual, gangguan belajar dan pikiran hanya karena permainan perasaan yang menipu. Jika ingin mengenal calon pasangan abadi kelak, maka dengan ta’aruf yang benarlah sebaik-baik cara yang ditempuh.
Yang paling dirugikan adalah wanita yang tertipu dan haus belaian. Sedangkan bagi sang lelaki ia cukup berganti pakaian yang baru.Kami jadi ingat perkataan salah seorang ustadz kami,

“hubungan sebelum nikah itu, ceweknya itu seperti kerupuk yang kecelup ke dalam got kotor, kerupuk hancur terburai dan bercampur kotoran, nah buat yang cowok seperti emas kecelup dalam got, tinggal diambil dan dibersihkan, makanya ada Mas Parto, Mas Joko dan Mas Joni.”

Lebih baik waktu para pemuda Islam digunakan untuk masa depannya, untuk yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya. Waktu yang disediakan baginya sangat sedikit dibandingan tanggung jawab mereka. Menghapal Al-Quran , menghapal hadist, menghapal doa sehari-hari, belajar bahasa Arab, membaca kitab ulama, berdakwah, belajar di sekolah dan kampus, memperbaiki akhlak, memperkuat tubuh dengan berolahraga, silaturahmi, berbakti kepada orang tua dan masih banyak yang lain.

Tinggal dicantumkan label syariat jadilah ia, pacaran Islami
Dari penamaan labelnya saja sudah jauh dari kebenaran. Tidak  akan bersua dalil dan yang didalilkan, karena tidak akan bertemu selamanya. Karena barat daya tidak akan menjumpai timur daya, karena punuk tidak akan bertemu dengan bulan dan karena ranting tidak akan menemui akarnya.
Ingat pula bahwa kata [إسلامي] adalah kata Islam yang mendapat tambahan huruf [الياء المشددة] “al-yaa Musyaddadah” yaitu dalam bahasa Arab berfungsi sebagai penisbatan. Sehingga makna Islami adalah penisbatan terhadap ajaran atau bagian dari islam. Jika untuk hal yang mubah saj kita tidak boleh sembarangan menisbatkan kepada islam seperti pesawat islami, maka apalagi yang haram seperti pacaran Islami.
Kami khawatir ini menyerupai Yahudi. Ini hanyalah [الحيلة] “al-hiilah” atau tipu daya dengan alasan yang dibuat-buat untuk menghalalkan yang haram. Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
. صارت في عرف الفقهاء إذا أطلقت قصد بها الحيل التي يستحل بها المحارم كحيل اليهود
”Demikianlah dalam pemahaman ulama fiqih, jika dimutlakkan, mengandung arti tipu daya untuk menghalalkan hal-hal yang haram, sebagaimana tipu dayanya orang-orang Yahudi.” [Al Fatawa al Kubra 6/106, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, cet. Ke-1, 1408 H, Asy-Syamilah]

Seperti Yahudi karena perbuatan mereka sudah diabadikan dan dibaca hingga akhir zaman. Ketika mereka dilarang mencari ikan di hari Sabtu, maka mereka memasang jaring kemudian mengambilnya di hari esoknya. Allah Ta’ala berfirman,
واَسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ
إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعاً وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُونَ لاَ تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik” [Al- A'raf:163].

Sebagaimana kita ketahui bahwa hubungan bebas sebelum menikah adalah ajaran kaum kafir yang mendahulukan dunia dan hawa nafsu, yang penting sama-sama suka, sama-sama nikmat dan sama-sama enak. Maka pacaran Islami ini adalah menyerupai mereka. Apakah tidak takut menjadi bagian dari mereka yang berujung neraka. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus]
Bentuk pacaran Islami lebih halus dari sebelumnya, mungkin tidak berdua-duaan atau khlawat, tidak berpegangan tangan. Tetapi tetap bertemu rutin untuk mengobati kerinduan keduanya. Yang pasti SMS dan Email sudah jadi sunnah dan kebiasaan sehari-hari. Mereka berdua saling membantu, saling menyemangati dan saling mendukung. Saling memberikan nasihat, bertemu ditempat pengajian atau masjid dan berbagai hiilah  yang lainnya.

Berikut mungkin gambaran kongkrit dan penerapan pacaran Islami sebagai berikut:
>>jika bertemu, ”Assalamu’alaikum ukhtiku”, “assalamualaikum ya akhi”, yang keterlaluan parahnya dibalas dengan “wa’alaikum SAYANG”. Astagfirullah
>>jika bertemu maka saling menundukkan pandangan (ghadhul bashar), tetapi justru inilah manisnya menurut mereka, pandangan malu yang sedikit menunduk tapi mencuri pandang
>>janjian bertemu biasanya di masjid
>> Waktu bertemu yang paling di tunggu adalah jika ada kegiatan dakwah. Misalnya syuro tidak pakai hijab [kesempatan puas memandang wajahnya], kajian, training, rihlah dan lain-lain. Ini sebagai pengganti malam minggu. Semakin banyak kegiatan semakin sering bisa berhubungan dengan kedok mengurus dakwah.
>>jika bertemu tetap jaga jarak, duduk berjauhan 2-3 meter.
>>tema pembicaraan seputar dakwah dan ilmu tetapi diselipkan sedikit dengan curhat-curhat. Awalnya curhat mengenai pengalaman dakwah, tetapi lama-kelamaan curhat masalah pribadi.
>>sering SMS menasehati, “wahai mujahidku shalat dhuha telah tiba”, “wahai pengemban dakwah kita bersama pasti bisa”. Dan tengah malam saling miscall untuk bangun shalat malam.
>>jika sudah sesak rindu memaksa keluar dari dada, maka rasa cinta itu diungkapkan [baca:nembak],
يا أختي أحبك في الله
yaa Ukhti, Uhibbuki fillaah” [wahai ukhti saya mencintaimu karena Allah]

Pasti dijawab dengan perasaan berbunga-bunga,
أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِيْ لَهُ

”Ahabbakalladzii ahbabtanii lahu [Semoga Allah mencintaimu karena engkau telah mencintaiku karena-Nya]” [HR. Abu Dawud IV/333 dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud III/965]

Dan tenta tidak lupa mencantumkan dalilnya,
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُعْلِمْهُ
“Apabila seseorang mencintai saudaranya maka hendaklah dia memberitahu bahwa dia mencintainya.” [HR. At-Tirmidzi no 2392 dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahiihah no.418]

Ini semua sekali lagi adalah tipu daya setan dan menghiasi amal-amal buruk menjadi Indah dan dianggap baik oleh manusia. Wallahu musta’an.

INSYAALLAH BERSAMBUNG…

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
22 Dulqo’dah 1432 H, Bertepatan  20 oktober 2011
Penyusun:  Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis
artikel http://muslimafiyah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar