Kamis, 01 Maret 2012

Yang Dianggap Mahrom Padahal Bukan Apa-Apa

Disebabkan keengganannya dlm mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita ini jumpai adanya beberapa anggapan keliru dlm mahrom. Otomatis berakibat fatal, orang-orang nan sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya.

Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oieh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya. Berikut beberapa orang nan dianggap mahrom tersebut.

(*1). Ayah Dan Anak Angkat. 
Hal ini berdasarkan firman Alloh: “Dan Alloh tak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu”. [Al-Ahzab: 4]. (*1)

(*2). Sepupu (Anak Paman/Bibi). 
Hal ini berdasarkan firman Alloh setelah menyebutkan macam-macam orang nan haram dinikahi: “Dan dihalalkan bagi kamu selain nan demikian” [An-Nisa': 24]

Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa'di berkata: “Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) & anak paman/bibi (dari ibu)”. (*2)

(*3). Saudara Ipar. 
Hal ini berdasarkan hadits berikut: “Waspadalah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda: “Al-Hamwu adalah merupakan kematian. ” (*3)

Imam Baghowi berkata: “Yang dimaksud dlm hadits ini adalah saudara suami (ipar) karena dia tak termasuk mahrom bagi si istri. Dan seandainya nan dimaksudkan adalah mertua padahal dia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang nan bukan mahrom?”.

Lanjutnya: “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian”.

(*4). Mahrom Titipan. 
Kebiasaan nan sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki nan `berlakon' sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah nan sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dlm Hajjatun Nabi (hal. 108): “Ini termasuk bid'ah nan sangat keji, sebab tak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari'at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.

Menutup pembahasan mengenai mahrom, sebagai pelengkap, berikut akan kami uraikan hukum-hukum nan berkaitan dgn mahrom. Apa saja nan boleh & tak boleh dilakukan antara wanita dgn mahromnya? Silahkan simak jawaban dari masalah nan sangat penting ini.

Wanita Dengan Mahromnya
Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal nan berkenaan tentang hukum wanita dgn mahromnya adalah:

(*1). tak boleh Menikah
Alloh Ta'ala berfirman:

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita nan telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada 'masa nan telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat sangat keji & dibenci oleh Alloh & seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan alas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu nan perempuan, saudara-saudara bapakmu nan perempuan, saudara-saudara ibumu nan perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu nan laki-laki, anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu nan perempuan, ibu-ibumu nan menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibuibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu nan dlm pemeliharaanmu dari istrimu nan telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dgn istrimu itu (dan sudah kamu cerai), maka tak dosa kamu mengawininya, & diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu), & menghimpunkan (dalam perkawinan) 2 perempuan nan bersaudara, kecuali nan telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [An-Nisa': 22-23]

(*2). Boleh Menjadi Wali Pernikahan
Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah bahwasanya Rosululloh bersabda: '”Siapa saja wanita nan menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil maka nikahnya batil” (*4)

Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy'ari berkata: Rosululloh bersabda: “Tidak sah nikah kecuali ada wali” (*5)

Berkata Imam At Tirmidzi: “Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi dlm masalah wall pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khoththob, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Abu Hurairoh & juga selain mereka” (*6)

Namun tak semua mahrom berhak menjadi wali pernikahan begitu juga sebaliknya tak semua wali itu harus dari mahromnya.

Contoh wali nan bukan dari mahrom seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang nan telah memerdekakannya, sulthon. Adapun Mahrom nan tak bisa menjadi wall seperti mahrom karena sebab mushoharoh. (*7)

(*3). tak boleh Safar (Bepergian Jauh) Kecuali Dengan Mahromnya
Banyak sekali hadits nan melarang wanita mengadakan safar kecuali dgn mahromnya, di antaranya:

Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Berkata Rosululloh: “Tidak halal bagi seorang wanita nan beriman kepada Alloh & hari akhir utk mengadakan safar lebih dari 3 hari kecuali bersama ayah, anak laki-laki, suami, saudara lakilaki atau mahromnya nan lain. ” (*8)

Dari Abdulloh bin Amr bin Ash dari Rosululloh berkata: “Janganlah seorang wanita muslimah bepergian selama 2 hari kecuali bersama suaminya atau mehramnya. ” (*9)

Dari Abu Hurairoh, Bersabda Rosululloh: “Tidak halal bagi wanita nan beriman kepada Alloh & hari akhir utk mengadakan safar sehari semalam tak bersama mahromnya. ” (*10)

Dari beberapa hadits ini, kita ini ketahui bahwa terlarang bagi wanita muslimah utk mengadakan safar kecuali bersama mahromnya, baik safar itu lama ataupun sebentar. Adapun batasan beberapa hari nan terdapat dlm hadits diatas tak dapat di fahami sebagai batas minimal.

Berkata Syaikh Salim Al Hilali: “Para Ulama' berpendapat bahwa batasan hari dlm beberapa hadits di atas tak dimaksud utk batasan minimal. Dikarenakan ada riwayat nan secara umum melarang wanita safar kecuali bersama mahromnya, baik lama maupun sebentar, seperti riwayat Ibnu Abbas . beliau berkata: “Saya mendengar Rasululloh bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dgn seorang wanita kecuali bersama mahromnya, juga jangan safar dgn wanita kecuali bersana mahromnya, Maka ada seorang lelaki berdiri lalu berkata: Wahai Rosululloh, sesungguhnya istri saya pergi haji padahal saya ikut dlm sebuah peperangan.

Maka Rosululloh menjawab: “Berangkatlah utk berhaji dgn istrimu. ” (*11)

Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar: “Kebanyakan ulama' memberlakukan larangan ini utk semua safar, karena pembatasan nan terdapat dlm hadits-hadits tersebut sangat berbeda-beda. ” (*12)

Syaikh Sholeh Al Fauzan Hafidzohulloh ditanya tentang hukum wanita safar dgn naik pesawat domestik dlm negeri tanpa mahrom, apakah itu di bolehkan? Jawab beliau: “tak boleh bagi seorang wanita mengadakan safar tanpa mahrom, baik naik pesawat ataupun mobil, karena Rasululloh bersabda: “Tidak halal bagi wanita nan beriman kepada Alloh & hari akhir mengadakan safar 'sehari semalam kecuali bersama mahrom”.

Maka safar wanita tanpa mahrom itu tak boleh meskipun dgn alat transportasi nan cepat, karena pesawat ataupun mobil itu mungkin saja bisa terlambat, rusak, atau terjadi hal-hal lain nan mengharuskan wanita itu harus bersama mahromnya agar bisa menjaganya saat terjadi hal-hal nan tak diinginkan. ” (*13)

(*4). tak boleh Kholwat (berdua-duaan) kecuali bersama mahromnya. 
(*5). tak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada mahrom. 
(*6). tak boleh berjabat tangan kecuali dgn mahromnya

Jabat tangan dgn wanita di zaman ini sudah menjadi sesuatu nan lumrah, padahal Rosululloh sangat mengancam keras pelakunya: Dari Ma'qil bin Yasar: Bersabda Rasululloh: “Seandainya kepala seseorang di tusuk dgn jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita nan tak halal baginya. ” (*14)

Berkata Syaikh Al Albani: “Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang nan menyentuh wanita nan tak halal baginya, termasuk masalah berjabat tangan, karena jabat tangan itu termasuk menyentuh. ” (*15)

Dan Rosululloh tak pernah berjabat tangan dgn wanita, meskipun dlm keadaan-keadaan penting seperti membai'at & lain-lain. Dari Umaimah binti Ruqoiqoh: Bersabda Rasululloh: “Sesungguhnya saya tak berjabat tangan dgn wanita” (*16)

Dari Aisyah (ia berkata).: “Demi Alloh, tangan Rosululloh tak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dlm keadaan membaiat. Beliau tak membaiat mereka kecuali dgn mengatakan: “Saya bai'at kalian. ” (*17)

Keharaman berjabat tangan dgn wanita nan bukan mahromnya ini berlaku umum, baik wanita itu masih muda ataupun sudah tua, cantik ataukah jelek, juga baik jabat tangan tersebut langsung bersentuhan kulit ataukah dilapisi dgn kain.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah tanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab: “tak boleh berjabat tangan dgn wanita nan bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki nan berjabat tangan tersebut masih muda ataukah sudah tua, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah. Juga tak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya ataukah tidak, hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan), juga utk mencegah timbulnya fitnah. ” (*18)

[Disalin dari Majalah Al Furqon, Edisi 3 Th. II, Dzulqo'idah 1423, hal 29-31. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma'had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma'had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur]

Referensi
(*1). Lihat kembali bagian pertama tentang ayah. 
(*2). Lihat Taisir Karimir Rohman hal. 138-139. 
(*3). HR. Bukhori: 5232 & Muslim: 2172. 
(*4). Shohih, diriwayatkan Abu Dawud: 2083, Tirmidzi: 3/408, Ibnu Majah: 1879, Ahmad 6/47, Ad Darimi 2/137. Lihat Irwaul Gholil 6/243. 
(*5). Shohih, Diriwayatkan Abu Dawud: 2085, Tirmidzi: 3/407, Ad Darimi 2/137, Ibnu Hibban: 1243. Lihat Irwaul Gholil 6/235. 
(*6). Lihat Sunan Tirmidzi 3/410, tahqiq Muhammad Fu' ad Abdul Baqi. 
(*7). Lihat Al Mughni (9/355-360) oleh Ibnu Qudamah, Fiqh Sunnah (2/124) oleh Sayyid Sabiq. 
(*8). HR. Muslim: 1340. 
(*9). HR Ibnu Khuzaimah: 2522. 
(*10). HR Bukhori: 1088, Muslim: 1339. 
(*11). HR. Bukhori: 3006, 523; Muslim 1341. Lihat Mausu'ah Al Manahi Asy Syar'iyah 2/102. 
(*12). Lihat Fathul Bari 4/75. 
(*13). Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholeh Al Fauzan 5/387. 
(*14). Hadits hasan riwayat Thobroni dlm Al-Mu'jam kabir 20/174/386 & Rauyani dlm Musnad: 1283. Lihat Ash Shohihah 1/447/226. 
(*15). Ash Shohihah 1/448. 
(*16). HR Malik 2/982, Nasa'i 7/149, Tirmidzi: 1597, Ibnu Majah 2874, Ahmad 6/357 & lainnya. 
(*17). HR Bukhori: 4891. 
(*18). Fatawa Islamiyah 3/76 disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid 
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif tags: Macam Macam, Al Albani, Anak Angkat, Ilmu Agama, Agama Islam
http://www.senyummuslim.com/yang-dianggap-mahrom-padahal-bukan-macam-macam-2621.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar