Kamis, 23 Februari 2012

KEPRIBADIAN INSAN TERLIHAT PADA KAWAN



"Seseorang itu tergantung perilaku dan kebiasaan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan dengan siapa ia akan berteman." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

U
khty shoghir, pada kedewasaan kita yang mulai menumbuh, kecenderungan akan sosok seorang temanpun semakin menyayap, perannya menyusup diam-diam maupun terang-terangan mempengaruhi cara kita bersikap, kecenderungan orangtua kitapun sedikit tergeser bahkan bisa saja lenyap. Tak heran kekhawatiran orangtua kita akan memuncak ketika teman yang kita bersamai kontradiktif dengan kriteria mereka. Ah tentu saja, orangtua mana yang takkan gelisah memperhatikan buah hatinya menjadi ‘racun’ bagi dirinya dan oranglain. Lihatlah dirimu, relakah jika racun itu adalah dirimu…
“Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman yang shalih mempunyai dua kemungkinan yang kedua-duanya baik, yaitu: Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukan teman kita. Sedang bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai dua kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu: Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita. Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan bergaul dengan teman teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang mereka mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Sesungguhnya keberadaan teman dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seseorang, terutama dalam hal sikap dan pemikiran. Pengaruh itu berjalan begitu cepatnya, ibarat menjalarnya racun yang masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah. Maka seseorang haruslah waspada dan berhati-hati dari teman yang buruk, karena banyak kenyataan yang membuktikan, bahwa seseorang yang tadinya baik-baik, ternyata dapat berubah dengan begitu cepat, lantaran terpengaruh oleh teman pergaulan yang buruk.
Ukhtiy sayang, siapa pun tak akan sanggup bertahan sendirian di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat, kita akan tetap membutuhkan seorang teman serta lingkungan yang tepat untuk bisa memperbaiki kualitas hidup serta iman kita. Tapi bukan berarti setiap orang bisa dijadikan sahabat atau teman akrab. Seorang remaja putri yang baik sepertimu, bukan tak mungkin bisa terpengaruh oleh seorang sahabat yang buruk akhlak dan moralnya. Sungguh, sahabat seperti itu hanya akan membawamu pada kondisi yang menjerumuskan. Seorang tabi’in besar yang mu’tabar Qatadah bin Di’amah dalam pesannya menyampaikan, “Demi Allah aku tidak melihat seseorang berkawan dengan manusia kecuali dia akan jadi sepertinya. Oleh karena itu, berkawanlah dengan hamba-hamba Allah yang shalih. Semoga kalian dapat senantiasa bersama mereka atau menjadi seperti mereka. (Lammud Durr al Mantsur hal. 53). Begitupun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempertegas perlunya sikap kehati-hatian di dalam memilih teman dengan sabdanya, "Janganlah bersahabat, kecuali dengan orang yang beriman, dan janganlah makan makananmu, kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Abu Daud, no. 4837, dan at-Tirmidzi, no. 2395)
Ukhtiy, tidaklah kita punya teman akrab melainkan karena kita mengagumi orang tersebut, dan sudah menjadi fitrah manusia cenderung meniru tingkah laku dan keadaan orang yang kita kagumi. Iya, ada kalanya teman bisa sebagai tautan, tapi kesalahan kita dalam memilih teman bisa saja menjadi sebuah ancaman. Ketika teman tidak dapat memberikan masukan positif, bahkan menyeret pada kehidupan yang hedonis, apa yang bisa kita harapkan selain masa depan yang suram..
Abu Qilabah berkata : penyair yang mengucapkan syair : Janganlah bertanya siapa dia tapi tanyakan siapa temannya Karena setiap orang akan meniru temannya. Ucapan Abu Qilabah (Qaatalallahu) ini adalah ungkapan yang menunjukkan kekagumannya dengan bait syair tersebut dan ini adalah syairnya Ady bin Zaid Al Abadiy.
Al Ashma’iy berkata : “Saya belum pernah menemukan satu bait syair yang paling menyerupai As Sunnah selain ucapan Ady ini.”
Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :“(Agama) seseorang (dikenal) dari agama temannya maka perhatikanlah siapa temanmu.” (As Shahihah 927)
Ibnu Mas’ud berkata :“Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman karena seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya.” (Al Ibanah 2/477 nomor 502 dan Syarhus Sunnah Al Baghawi 13/70)
Dan ia berkata :“Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 499)
Beliau melanjutkan : “Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karena seperti dia).” (Al Ibanah 2/477 nomor 501)
Abu Darda mengatakan :“Tanda keilmuan seseorang (dilihat) dari jalan yang ditempuhnya, tempat masuknya, dan majelisnya.” (Al Ibanah 2/464 nomor 459-460)
Yahya bin Abi Katsir mengatakan, Nabi Sulaiman bin Daud Alaihis Salam bersabda :“Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamu memperhatikan siapa yang menjadi temannya.” (Al Ibanah 2/480 nomor 514)
Musa bin Uqbah Ash Shuriy tiba di Baghdad dan hal ini disampaikan kepada Imam Ahmad bin Hanbal lalu beliau berkata : “Perhatikan dimana ia singgah dan kepada siapa dia berkunjung.” (Al Ibanah 2/479-480 nomor 511)
Qatadah berkata :“Sesungguhnya kami, demi Allah belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamu digolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka.” (Al Ibanah 2/477 nomor 500)
Syu’bah berkata, aku dapati tulisan dalam catatanku (menyatakan) bahwasanya seseorang akan berteman dengan orang yang ia sukai. (Al Ibanah 2/452 nomor 419-420)
Al A’masy mengatakan :“Biasanya Salafus Shalih tidak menanyakan (keadaan) seseorang sesudah (mengetahui) tiga hal yaitu jalannya, tempat masuknya, dan teman-temannya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 498)
Abdullah bin Mas’ud berkata :“Nilailah tanah ini dengan nama-namanya dan nilailah seorang teman dengan siapa ia berteman.” (Al Ibanah 2/479 nomor 509-510)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ruh-ruh itu adalah juga sepasukan tentara maka yang saling mengenal akan bergabung dan yang tidak mengenal akan berselisih.” (HR. Al Bukhary 3158 dan Muslim 2638)
Dlamrah bin Rabi’ah berkata, (saya mendengar) dari Ibnu Syaudzab Al Khurasaniy berkata :“Sesungguhnya di antara kenikmatan yang Allah berikan kepada para pemuda ialah ketika ia beribadah dan bersaudara dengan seorang Ahli Sunnah. Dan ia akan bergabung bersamanya di atas As Sunnah.” (Al Ibanah 1/205 nomor 43 dan Ash Shughra 133 nomor 91 dan Al Lalikai 1/60 nomor 31)
Dari Abdullah bin Syaudzab dari Ayyub ia berkata : “Termasuk kenikmatan bagi seorang pemuda dan orang-orang non Arab ialah jika Allah menurunkan taufiq kepada mereka untuk mengikuti orang yang berilmu di kalangan Ahli Sunnah.” (Al Lalikai 1/60 nomor 30)[1]
Tentang pribadi seseorang, jangan tanyakan kepadanya
tapi tanyakan kepada kawannya
Karena setiap orang akan mengikuti kawannya
(syair ‘Ady bin Zaid al ‘Abbady)
Dan ketahuilah ukhtiy, teman sejati akan mendorongmu untuk berbuat kebajikan dan mencegahmu dari berbuat kejelekan walaupun engkau jauh dan engkau tidak bergaul dengannya. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Teman terbaik adalah orang yang jika kamu melihatnya ia mengingatkanmu kepada Allah, yang lisannya menambahkan ilmu bagimu dan yang amalannya mengingatkanmu akan akhirat.” (H. R. At Thabrani).
untuk kita semua yang menjalin persahabatan dengan teman kita, hingga ke tingkat akrab yang dapat memberikan pengaruh dalam sikap dan perilaku kita. Yakni teman yang apabila dia mengajak sesuatu, maka kita merasa berat jika tidak memenuhinya, apapun yang dia katakan. Maka ukhtiy shoghir, jadikanlah teman-teman shalih yang bermanhaj dan ber-aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai teman akrab kita, merekalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik sahabat yang kelak Allah akan tanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang, “Sesungguh'y orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Ar-Rahman akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.S. Maryam 96)
Adapun selain itu ukhtiy, adalah persahabatan yang semu, karna hakikatnya teman yang mendorongmu berbuat kejelekan dan tidak mencegahmu dari berbuat dosa walaupun ia dekat denganmu dan engkau selalu bergaul dengannya adalah musuh sejatimu. Subhanallah, sebagaimana firman Allah dalam kitabnya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 67). Dan jika begitu, pada akhirnya kelak kau akan menyesalinya, namun saat itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
"Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Qur'an ketika al-Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia."
(Al-Furqan: 28-29).
Sungguh, jangan pernah sekali-kali kamu mencoba untuk berteman dengan seseorang yang rendah ilmu agama serta akhlaknya kecuali bila kamu berada pada posisi yang lebih kuat untuk bisa memberinya nasehat serta peringatan. Sadarilah ukhtiy, sudah kodrat hati manusia itu lemah, sedang fitnah dan syubhat menyambar-menyambar. Pengaruhnya sangat mudah menelusup dan mempengaruhi jiwa, tak ada yang bisa menjamin keselamatan kita dari pengaruh buruk selain melalui penjagaan yang telah Islam ajarkan.
Di perjalannya sahabat sejatilah yang akan menjadikan keimanan terasa indah, menyelipkan rona di sudut jiwa. Di ujungnya, dengarlah kabar gembira dari Allah ini ukhtiy, “Allah 'Azza wa Jalla berfirman, “Mereka yang saling mencintai karena keagunganKu mempunyai mimbar-mimbar dari cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan para syuhda.” (H. R. At Tirmidzi dari Mu'adz ibn Jabal). MasyaAllaah…
Dulu, saat terindah para shahabat yang tak ingin mereka lewatkan sedikitpun adalah ketika mendengarkan hadits-hadits dari Rasulullah. Akan tetapi kegembiraan para shahabat ketika Rasulullah menyampaikan sebuah hadits, tak sebanding jika dibandingkan ketika beliau bersabda bahwa “Engkau bersama orang yang engkau cintai”. Betapa gembiranya para shahabat ketika mendengar kabar itu luar biasa, dimana bisa berkumpul dengan orang yang dicintai dengan mencintai orang yang dicintai tersebut. Sebagaimana perkataan Anas, maka kami tidak pernah merasakan kegembiraan setelah masuk Islam, seperti gembiranya kami ketika mendengarkan sabda Nabi tersebut. Kalimat sederhana, yang mungkin ketika kita mendengarnya kita anggap biasa. Tapi ternyata orang-orang yang  beriman yang sempurna imannya -seperti para sahabat- menganggap ini suatu anugrah yang sangat besar, sehingga mengalahkan semua keindahan yang mereka alami dalam hidupnya… maka perhatikanlah duhai ukhtiy siapa orang yang kita cintai selama ini… siapa orang yang selama ini kita bersamai…

----Alhamdulillaah******************************************************

(`'·.¸ (`'·.¸*¤* ¸.·'´)...

Ummu Umair
Interbaz, 04 Juli 2011


[1] (Sumber : kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Edisi Indonesia Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed)

Inspirasi: dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar