Selasa, 03 Mei 2011

Surat Seorang Suami Kepada Istrinya…

Wahai isteriku..
Sungguh aku menulis surat ini karena jauhnya panggang dari api..jauhnya bintang dari
tangan…
Jauhnya kenyataan dari harapan..dan mungkin hilangnya harapan dari yang diharap…
Semoga surat ini bisa membuka pintu keridhoan-Nya atas rumah tangga kita.

Wahai isteriku..
Betapa aku mengharap banyak harapan atasmu..
Wahai isteriku..
Kuharap engkau menjadi istri dan pendamping hidupku…yang bisa bersamaku berusaha menuju
ridho-Nya..menuju surga-Nya..menuju ampunan-Nya


Tapi lihat wahai isteriku..
engkau menemaniku seolah-olah akhirat masih jauh…bahkan menjadi fatamorgana
Wahai isteriku…
Kuharap engkau adalah pengingatku..disaat aku jauh dari-Nya, disaat aku dalam kebodohan
Kuharap engkau membangunkan tidurku dari malasnya bertahajjud..
Kuharap engkau menarik tanganku, merayuku dan memintaku “Wahai suamiku berjihadlah engkau dengan menuntut ilmu… hadirilah taman-taman surga.. dan bawalah ilmu sebanyak-banyaknya dan hadiahkanlah pada isterimu ini”

Tapi lihat dirimu wahai isteriku…
Engkau memang menjadi pengingatku.. mengingatkanku akan belanja bulanan,
barang yang harus dibeli, baju untuk si kecil, baju untuk berlebaran, furniture yang harus dibeli untuk memenuhi ruangan rumah.

Engkau memang membangunkanku.. Namun kau bangunkan aku untuk membuatkan susu untuk si kecil
Dimana tahajjud itu? Setahun berapa kali bertahajjud?
Engkau memang menarik tanganku, merayuku, dan memintaku “Wahai suamiku antarkan aku ke pasar, ke mall…”
Dimana jihad? Dimana menuntut ilmu? Berapa kali taklim yang kuikuti?

Wahai isteriku...
Kuharap engkau menangis..saat aku lemah dalam ketaatan pada-Nya..
Menangis..saat aku tak menjadi ayah dan pemimpin yang benar..di saat ku salah dalam melangkah.
Namun lihatlah dirimu wahai isteriku..engkau memang menangis, namun yang kau tangisi adalah tangisan karena sepatumu yang telah rusak, kau tangisi beratnya beban kerjaan di rumahmu...

Wahai isteriku..kuharap engkau adalah ibu bagi si kecil..
Ibu yang dengan lembut mendidiknya..yang dengan sabar merawatnya…
yang jauh dari kekasaran saat dia berbuat salah…
Didiklah dia wahai isteriku..karena sungguh waktumu lebih banyak daripada aku dalam bersamanya.
Tapi lihat dirimu wahai isteriku…
Engkau berbicara kepada anakmu…atau kepada musuhmu?
Engkau sedang menasihatinya atau engkau sedang menyudutkannya..?
Saat dirinya bersalah..engkau melihatnya seperti sosok yang telah dewasa..
Lalu engkau memarahinya dengan hebat..dimanakah kelembutan dan kesabaran itu?
Engkau lembut..engkau bersabar..saat dia, anakmu, menghiburmu…namun saat dirinya bersalah kau campakkan kelembutan dan kesabaranmu.

Wahai isteriku..kuharap engkau menjadi tambahan anak bagi orangtuaku..
Anak yang berbakti pada orangtuanya..
Kuharap darimu, engkau menegurku, kemudian mendorongku untuk selalu berbakti pada orang tuaku..
Namun lihatlah dirimu..engkau sangat cemburu saat aku bersama ibu bapakku, sangat tidak rela aku bersama mereka, berbakti pada mereka..seolah-olah aku adalah hartamu yang tidak boleh diberikan sedikitpun kepada orang yang telah melahirkan dan membesarkanku..
Lalu, wahai isteriku..akan kukemanakan naluriku sebagai anak..
Akan kukemanakan ayat-ayat Allah tentang wajibnya berbakti pada orang tua?
Wahai isteriku..kini kau telah tahu apa yang sebenarnya kuharapkan dari mu…
Kini kau telah tahu apa yang bisa membuatku mencintaimu…

Aku bisa mendapatkan kesenangan dunia saja dari mu..
Namun tidak kah engkau bersedih dan menyesal...
Bila hari akhir itu datang..dan segalanya tidak bisa berulang..
Sedangkan kita hanya bisa menikmati dunia saja…
Sedangkan di akhirat semunya telah sirna.....

Dari suamimu yang merindukan kesholehan dirimu…
Aku mencintaimu karena Allah...

*Copy Right by Abu Yusuf*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar